BAB IV
HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. Penegertian Hubungan Internasional.
Hubungan
internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar
Negeri RI ( RENSTRA ), adalah hubungan antar bangsa dala segala aspeknya
yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional
negara tersebut.Hubungan ini dalam Encyclopedia Americana dilihat
sebagai hubungan antar negara atau individu dari negara yang berbeda
baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi maupun hankam, konsep ini
berhubungan erat dengan subjek subjek seperti organisasi internasional,
diplomasi, hukum internasional, maupun politik internasional. Bagi
bangsa Indonesia hubungan internasional ini di dasarkan pada politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif dengan tujuan meningkatkan
persahabatan dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui
berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional.
Di dalam menjalin hubungan internasional ini sudah pasti masing masing
negara selalu mendasarkan pada politik luar negarinya karena politik
luar negeri adalah suatu strategi, pola prilaku, dan kebijakan suatu
negara dalam berhubungan dengan negara lain ataupun dunia internaional.
B. Fungsi Perwakilan Diplomatik.
Di
dalam menjalin hubungan internasional masing masing negara pada umumnya
melalui suatu lembaga, yaitu lembaga diplomatik. Di Indonesia
sehubungan dengan usaha menjalin hubungan internasional ini didasarkan
pada UUD 1945 pasal 13 yang di dalamnya berisi tentang :
Presiden mengangkat duta dan konsul.
Dalam hal mengangkat duta dan konsul presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan meperhatikan pertimbangan DPR.
Kepala
kepala perwakilan diplomatik yang disebut sebagai duta besar, duta,
menteri residen merupakan perwakilan tingkat tinggi yang dapat
mengadakan hubungan langsung dengan kepala negara asing tempat mereka
bertugas atau ditempatkan. Di dalam melaksanakan tugasnya diplomat dapat
berfungsi sebagai lambang prestise nasional negaranya di luar negeri
dan mewakili kepala negaranya di negara penerima. Selain itu diplomat
juga berfungsi sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintah
negaranya. Jadi fungsi diplomatik dala arti politis adalah sebagai
berikut :
• Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya dengan melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
• Mengabdi kepada kepentingan nasional dalam mewujudkan masyrakat adil dan makmur.
• Menciptakan pesahabatan yang baik antar negara dalam mewujudkan pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik.
Perwakilan Diplomatik ( Kedutaan Besar )
1. Tugas pokok perwakilan diplomatik.
Perwakilan diplomatik ( Duta besar ) meilik tugas pokok yang antara lain sebagai berikut :
A. Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing.
B. Mengadakan perundingan masalah masalah yang dihadapi oleh kedua negara itu dan berusaha untuk menyelesaikannya.
C. Mengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.
D. Apabila dianggap perlu dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, paspor, dsb.
2. Fungsi perwakilan diplomatik menurut konggres Wina 1961.
A. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
B.
Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara
penerima di dalam batas batas yang diijinkan oleh hukum internsional.
C. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
D.
Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima
sesuai dengan UU dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
E. Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
3. Peranan perwakilan diplomatik.
Dalam
membina hubungan internasional diperlukan taktik dan prosedur tertentu
untuk mencapai tujuan nasional suatu negara, oleh sebab itu diperlukan
diplomasi yang baik. Oleh sebab itu perwakilan diplomatik mempunyai
peran sebagai berikut :
A. Menetukan tujuan dengan menggunakan semua daya upaya dan tenaga dalam mencapai tujuan tersebut.
B. Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan daya yang ada.
C. Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.
D. Menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dan sebaik baikya dalam menjalankan tugas diplomatiknya.
4. Perangkat perwakilan diplomatik.
Di dalam menjalankan tugas tugasnya perwakilan diplomatik mempunyai beberapa perangkat yang antara lain yaitu :
A. Duta besar berkuasa penuh ( Ambassador ).
Duta
besar merupakan duta yang berada di tingkatan tertinggi dan epunyai
kekuasaan penuh dan luar biasa dan biasanya ditepatkan di negara negara
yang banyak menjalin hubungan timbal balik.
B. Duta ( Gerzant ).
Adalah
wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah dari duta besar, dalam
menyelesaikan segala persoalan kedu negara dia diharuskan berkonsultasi
dengan pemerintahnya.
C. Menteri residen.
Menteri residen dianggap
bukan sebagai wakil pribadi kepala negara, dia hanya engurus urusan
negara. Mereka ini pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan
dengan kepala negara dimana mereka bertugas.
D. Kuasa usaha ( Charge de Affair ).
Kuasa usaha yang tidak diperbantukan kepada kepala negara dapat dibedakan atas :
1. Kuasa usaha tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan.
2. Kuasa usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan ketika pejabat ini belum atau tidak ada ditempat.
E. Atase atase.
Atase adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh. Atase ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Atase pertahanan.
Atase
ini dijabat oleh seorang perwira militer yang diperbantukan depertemen
luar negeri dan diperbantukan di kedutaan besar serta diberikan
kedudukan sebagai seorang diplomat yang bertugas memberikan nasihat di
bidang militer dan pertahanan keamanan kepada duta besar berkuasa penuh.
2. Atase teknis.
Atase
ini dijabat oleh seorang pegawai negeri yang tidak bersal dari
depertemen luar negeri dan ditepatkan disalah satu kedutaan besar, atase
ini berkuasa penuh dalam menjalankan tugas tugas teknis sesuai dengan
tugas pokok dari departemennya sendiri.
5. Unsur unsur hubungan diplomatik.
Di dalam hubungan diplomatik terdapat unsur unsur antara lain yaitu :
1. Hubungan antar bangsa.
2. Pertukaran misi diplomatik.
3. Status pejabat diplomatik.
4. Kekebalan hukum/ hak ekstrteritorial.
6. Tugas umum perwakilan diplomatik.
Perwakilan diplomatik mempunyai tugas umum antara lain yaitu :
1. Representasi mewakili negara yang bersangkutan.
2. Negosiasi ( Perundingan ).
3. Observasi ( Meneliti setiap kejadian ).
4. Proteksi ( Melindungi ) warga negaranya.
5. Relasi ( Membina hubungan baik ).
Perwakilan Nonpolitis.
Dalam
arti nonpolitis hubungan diplomatik suatu negara diwakili oleh korps
konsuler yang terbagi dalam kepangkatan sebagai berikut :
1. Konsul jenderal.
Konsul jenderal ebawahi beberapa konsul yang ditempatkan di ibukota negara tempat ia bertugas.
2. Konsul dan Wakil konsul.
Konsul
mengepalai satu kekonsulan yang kadang kadang diperbantukan kepada
konsul jenderal. Wakil konsul diperbantukan kepada konsul atau konsul
jenderal yang kadang diserahi pimpinan kantor konsuler.
3. Agen konsul.
Agen
konsul diangkat oleh konsul jenderal dengan tugas untuk mengurus hal
hal yang bersifat terbatas dan berhubungan dengan kekonsulan. Agen
konsul ini ditugaskan di kota kota yang termasuk kekonsulan.
Tugas tugas yang berhubungan dengan kekonsulan antara lain mencakup bidang bidang sebagai berikut :
A. Bidang ekonomi.
Yaitu
menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan enggalakkan ekspor komoditas
nonmigas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan, pelaksanaan
perjanjian perdagangan, dll.
B. Bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Melakukan pertukaran kebudyaan dan pelajar.
C. Bidang bidang lain seperti :
a)
Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa
atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim.
b) Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi adinistratifnya.
c) Bertindak sebagai subjek hukum dala praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara penerima.
Hak hak Perwakilan Diplomatik.
Duta Besar.
• Hak Immunitas.
Hak
immunitas adalah hak yang menyangkut diri pribadi seorang diplomat
serta gedung perwakilannya.dengan hk ini para diplomat mendapat hak
istimewa atas keselamatan pribadi serta harta bendanya, mereka juga
tidak tunduk kepada yuridiksi di dalam negara tempat mereka bertugas
baik dalam perkara perdata maupun pidana.
• Hak Ekstrateritorial.
Hak
ekstrateritorial adalh hak kebebasan diplomat terhdap daerah
perwakilannya termasuk halaman bangunan serta perlengkapannya seperti
bendera,lambang negara,surat surat dan dokumen bebas sensor,dalam hal
ini polisi dan aparat keamanan tidak boleh msuk tanpa ada ijin pihak
perwakilan yang bersangkutan.
Konsul.
Bagi para anggota konsuller hak ekstrateritorial biasanya hanya menyngkut diri sendiri dan staffnya, yaitu berupa hak :
• Kekebalan surat menyurat resmi tanpa sensor beserta arsip arsipnya.
• Pebebasan pajak setempat.
• Pembebasan kewajiban hadir dalam sidang pengadilan yang berhubungan dengan dinasnya sendiri.
Bela Negara
Sabtu, 10 November 2012
KETERBUKAAN DAN KEADILAN
KETERBUKAN DAN KEADILAN
A. Pengertian Keterbukaan.
Keterbukaan atau transparansi adalah sesuatu yang menunjuk pada pada suatu tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Berkaitan dengan pemerintahan keterbukaan atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan adalah salah satu prinsip dari Good Governance, dan banyak negara demokratis yang ingin berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka seperti dalam prinsip good governance.berikut ini ada delapan prinsip good governance yaitu adalah :
1. Partisipasi Masyarakat.
2. Tegaknya Supremasi Hukum.
3. Keterbukaan.
4. Peduli pada Stakeholder.
5. Berorientasi pada Konsensus.
6. Kesetaraan.
7. Efektifitas dan Efisiensi.
8. Akuntabilitas.
9. Visi Strategis.
Pada negara negara demokrasi sering kali menerapkan prinsip prinsip keterbukaan karena keterbukaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan suatu negara hal itu disebabkan karena, pertama, kekuasaan sering kali diselewengkan oleh si pemegang kekuasaan yaitu pemerintah, kedua, dasar penyelenggaraan pemerintahan yaitu atas dasar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat jadi rakyatlah yang mempunyai kedaulatan dan mereka tidak menginginkan dirugikan oleh pemerintah yang diserahi kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, ketiga, keterbukaan adalah akses bebas bagi setiap warga negara terhadap sumber informasi dalam hal ini warga negara berhak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
B. Ciri ciri Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Pemerintah menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
Adanya peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah.
Terbukanya rapat rapat pemerintah bagi publik dan pers.
Adanya konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
C. Pengertian Keadilan.
1. Aristoteles.
Keadilan merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada masing masing orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
2. Ulpianus.
Keadilan adalah memberikansesuatu yang tetap kepada orang lain sesuai dengan haknya.
3. Pieper.
Keadilan adalah sikap yang didasrkan pada kehendak yang tetap untuk mengakui hak masing masing orang.
4. Franz Magnis Suseno.
Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana semua diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya masing masing.
D. Macam Macam Keadilan.
1. Keadilan Komutatif.
Adalah keadilan yang diberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan ha dari seseorang tersebut.
2. Keadilan Distributif.
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hak adalah individu sedngkan yanh menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat.
3. Keadilan Legal.
Adalah keadilan yang berdasarkan undang undang , yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat.
4. Keadilan Vindikatif.
Adalah keadilan yang memberikan kepda masing masing orang hukuman atau denda yang sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
5. Keadilan Kreatif.
Adalah keadilan yang meberikan kepada masing masing orang bagiannya yaitu berupa kebebasan untuk mencipta dengan kreativitas yang dimilikinya.
6. Keadilan Protektif.
Adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi pribadi yang ada dalam masyarakat yang berupa keamanan, dan kehidupan dari adanya tindakan sewenang wenang.
E. Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang tidak terbuka.
Pemerintahan yang tidak terbuka kadang kala akan menjatuhkan pemerintahan itu sendiri, oleh sebab itu pemerintahan yang demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka. Jika tidak maka akan menyebabkan apa yang dinamakan dengan korupsi politik yang dapat membawa akibat krisis di berbagai bidang kehidupan, misalnya :
1. Bidang Politik.
Lembaga lembaga politik seperti eksekutif,legisltif, dan yudikatif tidak berfungsi secara optimal bahkan kadang kala kebijakan kebijakan yang mereka keluarkan tidak berpihak pada kepentingan umum dan bahkan lebih menguntungkan kepentingan mereka dan kelopoknya.
2. Bidang Ekonomi.
Berbagai kegiatan ekonomi terutama yang bersinggungan dengan birokrasi selalu diwarnai dengan kolusi sehingga akibatnya ekonomi menjadi berbelit belit dan menjadikan para investor enggan berinvestasi.
3. Bidang Sosial Budaya dan Agama.
Kehidupan sosial budaya diwarnai dengan pendewaan materi dan budaya konsumtif. Para pejabat pemerintah lebih banyak menumpuk kekayaan sebesar besarnya tanpa peduli dengan moral dan etika.
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam bidang ini terjadi ketertinggalan profesinalitas aparat yang artinya kemampuan aparat tidak sesuai dengan tuntutan perubahan jaman, sehingga tidak mampu mendeteksi dini tentang gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyarakat.
Sumber http://ben-ni.blogspot.com/2008/11/modul-pkn-kelas-xi.html
A. Pengertian Keterbukaan.
Keterbukaan atau transparansi adalah sesuatu yang menunjuk pada pada suatu tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Berkaitan dengan pemerintahan keterbukaan atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan adalah salah satu prinsip dari Good Governance, dan banyak negara demokratis yang ingin berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka seperti dalam prinsip good governance.berikut ini ada delapan prinsip good governance yaitu adalah :
1. Partisipasi Masyarakat.
2. Tegaknya Supremasi Hukum.
3. Keterbukaan.
4. Peduli pada Stakeholder.
5. Berorientasi pada Konsensus.
6. Kesetaraan.
7. Efektifitas dan Efisiensi.
8. Akuntabilitas.
9. Visi Strategis.
Pada negara negara demokrasi sering kali menerapkan prinsip prinsip keterbukaan karena keterbukaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan suatu negara hal itu disebabkan karena, pertama, kekuasaan sering kali diselewengkan oleh si pemegang kekuasaan yaitu pemerintah, kedua, dasar penyelenggaraan pemerintahan yaitu atas dasar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat jadi rakyatlah yang mempunyai kedaulatan dan mereka tidak menginginkan dirugikan oleh pemerintah yang diserahi kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, ketiga, keterbukaan adalah akses bebas bagi setiap warga negara terhadap sumber informasi dalam hal ini warga negara berhak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
B. Ciri ciri Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Pemerintah menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
Adanya peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah.
Terbukanya rapat rapat pemerintah bagi publik dan pers.
Adanya konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
C. Pengertian Keadilan.
1. Aristoteles.
Keadilan merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada masing masing orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
2. Ulpianus.
Keadilan adalah memberikansesuatu yang tetap kepada orang lain sesuai dengan haknya.
3. Pieper.
Keadilan adalah sikap yang didasrkan pada kehendak yang tetap untuk mengakui hak masing masing orang.
4. Franz Magnis Suseno.
Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana semua diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya masing masing.
D. Macam Macam Keadilan.
1. Keadilan Komutatif.
Adalah keadilan yang diberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan ha dari seseorang tersebut.
2. Keadilan Distributif.
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hak adalah individu sedngkan yanh menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat.
3. Keadilan Legal.
Adalah keadilan yang berdasarkan undang undang , yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat.
4. Keadilan Vindikatif.
Adalah keadilan yang memberikan kepda masing masing orang hukuman atau denda yang sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
5. Keadilan Kreatif.
Adalah keadilan yang meberikan kepada masing masing orang bagiannya yaitu berupa kebebasan untuk mencipta dengan kreativitas yang dimilikinya.
6. Keadilan Protektif.
Adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi pribadi yang ada dalam masyarakat yang berupa keamanan, dan kehidupan dari adanya tindakan sewenang wenang.
E. Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang tidak terbuka.
Pemerintahan yang tidak terbuka kadang kala akan menjatuhkan pemerintahan itu sendiri, oleh sebab itu pemerintahan yang demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka. Jika tidak maka akan menyebabkan apa yang dinamakan dengan korupsi politik yang dapat membawa akibat krisis di berbagai bidang kehidupan, misalnya :
1. Bidang Politik.
Lembaga lembaga politik seperti eksekutif,legisltif, dan yudikatif tidak berfungsi secara optimal bahkan kadang kala kebijakan kebijakan yang mereka keluarkan tidak berpihak pada kepentingan umum dan bahkan lebih menguntungkan kepentingan mereka dan kelopoknya.
2. Bidang Ekonomi.
Berbagai kegiatan ekonomi terutama yang bersinggungan dengan birokrasi selalu diwarnai dengan kolusi sehingga akibatnya ekonomi menjadi berbelit belit dan menjadikan para investor enggan berinvestasi.
3. Bidang Sosial Budaya dan Agama.
Kehidupan sosial budaya diwarnai dengan pendewaan materi dan budaya konsumtif. Para pejabat pemerintah lebih banyak menumpuk kekayaan sebesar besarnya tanpa peduli dengan moral dan etika.
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam bidang ini terjadi ketertinggalan profesinalitas aparat yang artinya kemampuan aparat tidak sesuai dengan tuntutan perubahan jaman, sehingga tidak mampu mendeteksi dini tentang gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyarakat.
Sumber http://ben-ni.blogspot.com/2008/11/modul-pkn-kelas-xi.html
Jumat, 02 November 2012
Masyarakat Madani
http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm
Masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat
sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter
orde baru tumbang selang satu tahun ini. Malah cenderung terjadi sakralisasi
pada kata itu seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah
yang tengah dihadapi oleh bangsa kita. Kecenderungan sakralisasi berpotensi
untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam dalam masyarakat
bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal kemungkinan
untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga
pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian.
Saat ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat
wacana ini lebih terbuka menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan
politik bagi masyarakat luas.
Masyarakat Sipil Vs Militer
Dalam tataran praktis sementara orang melihat, masyarakat
madani dianggap sebagai institusi sosial yang mampu mengkoreksi kekuatan
“militer “ yang otoriter. Dalam arti lain masyarakat sipil memiliki konotasi
sebagai antitesa dari masyarakat militer. Oleh sebab itu eksistensi masyarakat
sipil selalu dianggap berjalan linier dengan penggugatan Dwi Fungsi ABRI.
Dengan begitu menurut yang pro pada pemikiran ini, konsep Indonesia baru
yang dicita-citakan merupakan masyarakat tanpa pengaruh dan dominasi kekuatan
militer. Maka dengan demikian dinamika kehidupan sosial dan politik harus
memiliki garis batas pemisah yang jelas dengan dinamika pertahanan dan
keamanan.
Koreksi kritis terhadap peran sosial ABRI bagi sementara
orang merupakan keharusan sejarah setelah melihat betapa rezim lama memposisikan
ABRI sebagai “backing” untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelompok
ekonomi kuat tertentu yang memiliki akses bagi penguatan legitimasi politik
Soeharto. Sementara mereka tidak melihat komitmen yang sebanding untuk
fungsi substansialnya yakni pertahanan dan keamanan.
Berlanjutnya kerusuhan di beberapa tempat dan terancamnya
rasa aman masyarakat, serta kekurangprofesionalan dalam teknik penanganan
pada kasus-kasus politik tertentu merupakan bukti kuat bahwa militer tidak
cukup memiliki kecakapan pada fungsi utamanya. Maka sangat wajar bila kader-kader
militer dipersilahkan untuk hengkang dari posisi eksekutif dan legislatif,
ke tempat yang lebih fungsional yakni barak-barak.
Kekurangsetujuan terhadap implementasi Dwi Fungsi ABRI,
khususnya tugas kekaryaan, sebenarnya syah-syah saja namun masalahnya apakah
masyarakat madani tepat bila hanya dipersepsikan sebagai bentuk peminggiran
peran militer. Kebutuhan untuk keluar dari rasa takut akibat distorsi peran
militer selama masa orde baru menyebabkan terjadinya proses kristalisasi
konsep masyarakat madani yang berbeda dengan konsep bakunya. Dengan kata
lain telah terjadi gejala “contradictio internemis” pada wacana masyarakat
madani dalam masyarakat kita dewasa ini.
Masyarakat Sipil Vs Negara
Masyarakat madani atau masyarakat sipil (civil society)
dalam wacana baku ilmu sosial pada dasarnya dipahami sebagai antitesa dari
“masyarakat politik” atau negara. Pemikiran itu dapat dilacak dari pendapatnya
Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel, Marx, Gramsci dan lain-lain. Pemikiran
mengenai masyarakat sipil tumbuh dan berkembang sebagai bentuk koreksi
radikal kepada eksistensi negara karena peranannya yang cenderung menjadi
alat kapitalisme.
Substansi pembahasannya terletak pada penggugatan hegemoni
negara dalam melanggengkan kekuatan kelompok kapitalis dengan memarjinalkan
peran masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah kekuatan
non-pemerintah yang mampu mengimbangi dan mencegah kekuatan negara untuk
mengurangi tekanan-tekanan yang tidak adil kepada rakyatnya. Akan tetapi
di sisi lain, mendukung peran pemerintah dalam menjadi juru damai dan penjaga
keamanan dari kemungkinan konflik-konflik antar kepentingan dalam masyarakat.
Dengan kata lain perlu adanya reposisi struktural dan
kultural antar komponen dalam masyarakat, sederhananya, “serahkan urusan
rakyat pada rakyat, dan posisikan pemerintah sebagai pejaga malam”.
Penggugatan peran pemerintah oleh rakyat dalam konstelasi
sosial di Indonesia bukan sama sekali baru. Bob S.Hadiwinata (1999) mencatat
sejarah panjang gerakan sosial di Indonesia, yakni sejak abad ke-19 sampai
masa orde baru. Menurutnya pemerintahan orde baru, Soeharto, telah “berhasil”
mengangkangi hak-hak sipil selama 32 tahun, dengan apa yang ia sebut “tiga
strategi utama”. Dan selama itu pula proses marjinalisasi hak-hak rakyat
terus berlangsung, untuk kepentingan sekelompok pengusaha kroninya, dengan
bermodalkan slogan dan jargon “pembangunan”.
Celakanya rembesan semangatnya sampai pada strata pemerintahan
yang paling bawah. Camat, lurah, sampai ketua RT pun lebih fasih melantunkan
slogan dan jargon yang telah dipola untuk kepentingan ekonomi kuat. Tetapi
sementara mereka menjadi gagap dalam mengaksentuasikan kepentingan rakyatnya
sendiri. Maka yang terjadi, pasar yang telah mentradisonal menghidupi ribuan
masyarakat kecil di bongkar untuk dijadikan mall atau pasar swalayan. Demikian
pula, sawah dan kebun petani berubah fungsi menjadi lapangan golf. Perubahan
yang terjadi di luar jangkauan kebutuhan dan pemikiran masyarakat karena
mekanisme musyawarah lebih banyak didengungkan di ruang penataran ketimbang
dalam komunikasi sosial.
Masyarakat Peradaban dan Jahiliyah
Umat Islam telah memperkenalkan konsep masyarakat peradaban,
masyarakat madani, atau civil society, adalah Nabi Muhammad, Rosullullah
s.a.w sendiri yang memberikan teladan ke arah pembentukan masyarakat peradaban
tersebut. Setelah perjuangan di kota Makkah tidak menunjukkan hasil yang
berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang selanjutnya kita
kenal dengan Madinah, untuk dijadikan basis perjuangan menuju masyarakat
peradaban yang dicita-citakan. Di kota itu Nabi meletakan dasar-dasar masyarakat
madani yakni kebebasan. Untuk meraih kebebasan, khususnya di bidang agama,
ekonomi, sosial dan politik, Nabi diijinkan untuk memperkuat diri
dengan membangun kekuatan bersenjata untuk melawan musuh peradaban. Hasil
dari proses itu dalam sepuluh tahun, beliau berhasil membangun sebuah tatanan
masyarakat yang berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan
dan ketaatan kepada ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat
ini adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep
egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal.
Nurcholis Madjid (1999:167-168) menyebut dengan semangat rabbaniyah atau
ribbiyah sebagai landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah
yang melandasi komunikasi horizontal.
Sistem sosial madani ala Nabi s.a.w memiliki ciri unggul,
yakni kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi.
Esensi ciri unggul tetap relavan dalam konteks waktu dan tempat berbeda,
sehingga pada dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia
yang mayoritas berpenduduk muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan
kelompok minoritas. Mengenai hal yang terakhir ini Nabi s.a.w telah memberi
cotoh yang tepat, bagaimana sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas
ini.
Mungkinkah terwujud?
Berdasarkan kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya
adalah sebuah komunitas sosial dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya.
Muara dari pada itu adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat
adanya partisipasi nyata anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum
diposisikan sebagai satu-satunya alat pengendalian dan pengawasan perilaku
masyarakat. Dari definisi itu maka karakteristik masyarakat madani, adalah
ditemukannya fenomena, (a) demokratisasi, (b) partisipasi sosial, dan (c)
supremasi hukum; dalam masyarakat.
Pertama, sehubungan dengan karakteristik pertama yakni
demokratisasi, menurut Neera Candoke (1995:5-5) social society berkaitan
dengan public critical rational discource yang secara ekplisit mempersyaratkan
tumbuhnya demokrasi. Dalam kerangka itu hanya negara yang demokratis yang
menjamin masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara (state) cenderung
menyumbat masyarakat sipil, mekanisme demokrasi lah yang memiliki kekuatan
untuk mengkoreksi kecenderungan itu. Sementara itu untuk tumbuhnya
demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran berpribadi,
kesetaraan, dan kemandirian. Syarat-syarat tersebut dalam konstatasi relatif
memiliki linearitas dengan kesediaan untuk menerima dan memberi secara
berimbang. Maka dalam konteks itu, mekanisme demokrasi antar komponen bangsa,
terutama pelaku praktis politik, merupakan bagian yang terpenting dalam
menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut.
Kedua, partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari
rekayasa merupakan awal yang baik untuk terciptanya masyarakat madani.
Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi bilamana tersedia iklim yang
memungkinkan otonomi individu terjaga. Antitesa dari sebuah masyarakat
madani adalah tirani yang memasung secara kultural maupun struktural kehidupan
bangsa. Dan menempatkan cara-cara manipulatif dan represif sebagai instrumentasi
sosialnya. Sehingga masyarakat pada umumnya tidak memiliki daya yang berarti
untuk memulai sebuah perubahan, dan tidak ada tempat yang cukup luang untuk
mengekpresikan partisipasinya dalam proses perubahan.
Tirani seperti inilah, berdasarkan catatan sejarah, menjadi
simbol-simbol yang dihadapi secara permanen gerakan masyarakat sipil. Mereka
senantiasa berusaha keras mempertahankan status quo tanpa memperdulikan
rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. Pada masa orde baru cara-cara
mobilisasi sosial lebih banyak dipakai ketimbang partisipasi sosial, sehingga
partisipasi masyarakat menjadi bagian yang hilang di hampir seluruh proses
pembangunan yang terjadi. Namun kemudian terbukti pemasungan partisipasi
secara akumulatif berakibat fatal terhadap keseimbangan sosial politik,
masyarakat yang kian cerdas menjadi sulit ditekan, dan berakhir dengan
protes-protes sosial serta pada gilirannya menurunnya kepercayaan masyarakat
kepada sistem yang berlaku. Dengan demikian jelaslah terbukti bahwa partisipasi
merupakan karakteristik yang harus ada dalam masyarakat madani. Demokrasi
tanpa adanya partisipasi akan menyebabkan berlangsungnya demokrasi pura-pura
atau pseudo democratic sebagaimana demokrasi yang dijalankan rezim orde
baru.
Ketiga, penghargaan terhadap supremasi hukum merupakan
jaminan terciptanya keadilan. Al-Qur’an menegaskan bahwa menegakan keadilan
adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa (Q.s. Al Maidah:5-8). Dengan
demikian keadilan harus diposisikan secara netral, dalam artian, tidak
ada yang harus dikecualikan untuk memperoleh kebenaran di atas hukum. Ini
bisa terjadi bilamana terdapat komitmen yang kuat diantara komponen bangsa
untuk iklas mengikatkan diri dengan sistem dan mekanisme yang disepakati
bersama. Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum
akan mengarah pada dominasi mayoritas yang pada gilirannya menghilangkan
rasa keadilan bagi kelompok lain yang lebih minoritas. Demikian pula partisipasi
tanpa diimbangi dengan menegakkan hukum akan membentuk masyarakat tanpa
kendali (laissez faire).
Dengan demikian semakin jelas bahwa masyarakat madani
merupakan bentuk sinergitas dari pengakuan hak-hak untuk mengembangkan
demokrasi yang didasari oleh kesiapan dan pengakuan pada partisipasi rakyat,
dimana dalam implentasi kehidupan peran hukum stategis sebagai alat pengendalian
dan pengawasan dalam masyarakat. Namun timbul pertanyaan sejauh mana kesiapan
bangsa Indonesia memasuki masyarakat seperti itu.
Penutup
Seperti telah dikemukakan di atas, masyarakat madani
membutuhkan institusi sosial, non-pemerintahan, yang independen yang menjadi
kekuatan penyeimbang dari negara. Posisi itu dapat ditempati organisasi
masyarakat, maupun organisasi sosial politik bukan pemenang pemilu, maupun
kekuatan-kekuatan terorganisir lainnya yang ada di masyarakat. Akan tetapi
institusi tersebut selama orde baru relatif dikerdilkan dalam arti lebih
sering berposisi sebagai corong kepentingan kekuasaan ketimbang menjadi
kekuatan swadaya masyarakat.
Hegemoni kekuasaan demikian kuat sehingga kekuatan ril
yang ada di masyarakat demikian terpuruk. Padahal merekalah yang sebenarnya
yang diharapkan menjadi lokomotif untuk mewujudkan masyarakat madani. Ada
memang beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya akan
tetapi jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang selain
berjumlah besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural.
Fragmentasi sosial dan ekonomi seperti itu sangat sulit mewujudkan masyarakat
dengan visi kemandirian yang sama. Padahal untuk duduk sama rendah berdiri
sama tinggi membutuhkan kesamaan visi dan kesadaran independensi yang tinggi.
Dengan demikian boleh jadi masyarakat peradaban yang kita cita-citakan
masih membutuhkan proses yang panjang. Dan boleh jadi hanya impian manakala
pro status quo tetap berkuasa.
Sabtu, 29 September 2012
Budaya Politik
Standar Kompetensi :
1. Menganalisis budaya politik di
Indonesia
Kompetensi Dasar :
1.1. Mendeskripsikan pengertian budaya
politik
1.2. Menganalisis type-type budaya
politik yang berkembang dalam masyarakat Indoneisa
1.3. Mendeskripsikan pentingnya
sosialisasi pengembangan budaya plitik
1.4. Menampilkan peran serta budaya
politik partisipan
PENDAHULUAN
Pada
harian Kompas, 15/12/2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyinggung soal pentingnya
menumbuhkan budaya unggul sebagai identitas dan budaya nasional. Budaya unggul tersebut oleh presiden
didefinisikan sebagai semangat dan kultur untuk mencapai kemajuan ,dengan cara
kita harus bisa, kita harus berbuat yang terbaik.
Salah
satu unsur budaya nasional itu adfalah budaya politik. Olehnkarena itu dari sudut ini kita dapat
pula kita berbicara mengenai cara menumbuhkan
dan menerapkan budaya politik unggul itu dalam kehidupan politik kita.
Berikut
akan diuraikan mengenai pengertian
budaya politik, tipe-tipe budaya politik, budaya politik di
Indonesia,pentingnya sosialisasi plitik
dalam pengembangan budaya politik, serta penerapan budaya politik partisipatif.
PENGERTIAN BUDAYA POLITIK :
1. Samuel Beer, budaya
politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaiman
pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah.
2. Gabriel A. Almond dan Sidney
Verba, budaya politik adalah suatu sikap orientasi yang khas dari warga
negara terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada dalam
sistem itu.
3. Rusdi Sumintapura, budaya politik adalah pola tingkah laku individu
dan orientasinya terhadap kehidupan plitik yang dihayati oleh para anggota
suatu sistem politik.
4. Mochtar Masud dan Colin McAndrews,
budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan
pemerintahan negara dan politiknya.
5. Larry Diamond, budaya
politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat
tentang sistem politik negara mereka dan peran masing-masing individu dalam
sistem itu.
Menurut
Almond dan Powell ada 2 orientasi
Politik yaitu tingkat Masyarakat dan tingkat Individu :
1. Orientasi individu dalam system
politik dapat dilihat dari 3 komponen :
a. Orientasi kognitif berbagai keyakinan dan pengetahuan
seseorang tentang :
- system politik.
- tokoh pemerintahan
- kebijakan pemerintahan
- Simbol-simbol yang dimiliki oleh
system politik seperti : ibukota negara, lambang negara, kepala negara,
batas negara, mata uang, dll.
b. Orientasi Afektif menunjuk pada aspek perasaan atau
ikatan emosional individu pada system
politik. Seperti – perasaan khusus
terhadap aspek system politik
tertentu yang membuatnya menerima dan menolak system politik.
Orientasi afektif ini
dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan.
c. Orientasi Evaluatif berkaitan dengan penilaian moral
seseorang terhadap sistem politik, kinerja sistem politik, komitmen terhadap
nilai dan pertimbangan politik.
2. Orienrtasi Tingkat masyarakat adalah pandangan dan sikap sesama
warga negara yang meliputi rasa percaya dan permusuhan antar
individu, kelompok maupau golongan. Sikap saling percaya menumbuhkan saling kerja
sama sedang sikap permusuhan
menimbuklkan konplik
TIPE-TIPE
BUDAYA POLITIK (ciri-ciri)
1. Budaya Politik Parokial ( parochial Political Culture) :
Cirinya
: - lingkupnya sempit dan kecil
-
masyarakatnya sederhana dan tradisional bahkan buta hurup.
petani dan buruh tani.
- Spesialisasi kecil belum berkembang.
- Pemimpin politik biasanya berperan ganda bidang ekonomi,
agama dan budaya.
- masyarakatnya cenderung tidak menaruh minat terhadap objek
politik yang luas.
- masyarakatnya
tinggal di desa terpencil di mana kontak dengan system politik kecil.
2. Budaya Politik Subjek (subject Political Culture) :
Cirinya
: - Orang secara pasif patuh pada
pejabat pemerintahan dan undang- undang.
- Tidak melibatkan diri pada politik atau
golput.
- masyarakat mempunyai minat, perhatian,
kesadaran terhadap system politik.
- Sangat memperhatikan dan tanggap
terhadap keputusan politik, atau output
- Rendah dalam input kesadaran sebagai
actor politik belum tumbuh.
3. Budaya Politik Partisipan (participant Political culture) :
Sebagai
insan politik, kegiatan-kegiatan politik yang dapat dilakukan sebagai wujud
partisipasi politik, antara lain :
a. Membentuk organisasi politik
atau menjadi anggota Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang dapat mengontrol maupun memberi input terhadap setiap
kebijakan pemerintah.
b. Aktif dalam proses pemilu, seperti
berkampanye, menjadi pemilih aktif, dan menjadi anggota perwakilan rakyat.
c. Bergabung dalam kelompok-kelompok
kepentingan kontemporer, seperti unjuk rasa secara damai tidak anarkis atau
merusak, petisi, protes, dan demonstrasi.
Cirinya
: - Kesadaran masyarakat bahwa dirinya
dan orang lain anggota aktif dalam kehidupan politik.
-
Melibatkan diri dalam system politik sangat berarti walaupaun hanya
sekedar memberikan suara
dalam
pemilu.
- Tidak menerima begitu saja terhadap
keputusan, kebijakan system politik
- Dapat menilai dengan penuh kesadaran baik input maupun output
bahkan posisi dirinya
sendiri.
Menurt Muhtar Masoed dan Colin MacAndrews ada 3 model budaya politik :
a.
Model masyarakat demokratis industrial Yang terdiri dari aktivis politik,
kritikus politik.(
Identik dengan budaya politik
partisipan).
b.
Model Sistem politik otoriter rakyat sebagai subyek yang pasif, tunduk pada hukumnya tapi tidak
melibatkan diri dalam urusan politik dan pemerintahan
(Identik dengan budaya politik subjek).
c.
Model masyarakat system demokratis pra
–industrial masyarakat pedesaan, petani,
buta hurup, kontak politik sangat kecil, (budaya
politik Parokial).
BUDAYA
POLITIK DI INDONESIA
Herbert Feith, Indonesia memiliki 2 budaya politik
yang dominan :
1.
Aristokrasi Jawa
2.
Wiraswasta Islam
Clifford Geertz, Indonesia memiliki 3 subbudaya yaitu
:
1. Santri : pemeluk agama islam yang
taat yang terdiri dari pedagang di kota dan petani yang berkecukupan.
2. Abangan : yang terdiri dari petani kecil.
3. Priyayi : golongan yang masih
memiliki pandangan hindu budha, yang kebanyakan dari golongan terpelajar,
golongan atas penduduk kota terutama golongan pegawai.
Afan
Gaffar, budaya politik indonesia memiliki 3 ciri dominan :
1. Hirarki yang tegar/ketat : adanya
pemilahan tegas antar penguasa (wong Gedhe) dengan
Rakyat kebanyakan ( wong cilik).
2.
Kecendrungan Patronage ( hubungan antara orang berkuasa dan rakyat biasa)
seperti majikan majikan dengan buruh.
3. Kecendrungan Neo Patrimonialistik,
yaitu perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
Menurut Max Weber,dalam negara
yang patrimonialistik penyelenggaraan pemerinbtahan berada dibawah kontrol
langsung pimpinan negara. Menurutnya karakteristik
negara patrimonialistik adalah :
a.
Cenderung mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seseorang penguasa kepada
teman-temannya.
b.
Kebijakan sering kali lebih bersifat partikularistik dari pada bersifat
universalistik.
c.
Rule of Law lebihbersifat sekunder
bila dibandingkan dengan kekuasaan penguasa (rule of man)
d.
Penguasa politik sering kali mengaburkan antara kepentingan umum dan
kepentingan publik.
Di
masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telajh menyebabkan kekuasaan tak
terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil society terhambat. Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik
adalah :
a.
proyek di pegang pejabat.
b.
Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku ( surat sakti).
c. Anak pejabat menjadi pengusaha
besar, memamfaatkan kekuasaan orang tuanya
dan mendapatkan perlakuan istimewa.
d.
anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun politik
Nazarudin
Samsudin, menyatakan
dalam sebuah budaya ciri utama yang menjadi identitas adalah sesuatu nilai atau
orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat atau bangsa secara
keseluruhan. Jadi simbol yang selama
initelah diakui dan dikenal masyarakat adalah Bhineka Tunggal Ika, maka budaya politik kita di Indonesia adakah
Bhineka Tunggal Ika.
SOSIALISASI POLITIK
1. Pengertian
sosialisasi politik :
a. Kenneth P. Langton,
Sosialisasi politik adalah cara bagaimana masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.
b. Gabriel A. Almond, Sosialisasi politik adalah proses
dimana sikap-sikap politik dan pola –
pola tingkah laku diperoleh atau dibentuk, dan merupakan sarana
bagi generasi muda untuk menyampaikan patokan politik dan keyakinan politik.
c. Richard E. Dawson,
sosialisasi politik adalah pewarisan
pengetahuan , nilai dan pandangan
politik darimorang tua, guru dan sarana sosialisasi lainnya bagi warga baru dan
yang beranjak dewasa.
d. Dennis
Kavanagh, sosialisasi
politik adalah istilah untuk mengganbarkan proses dimana seseorang mempelajari
dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
e. Ramlan Surbakti, sosialisasi politik
adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota
masyarakatnya.
f. Alfian, sosialisasi Politik adalah usaha sadar untuk mengubah
proses sosialisasi politik masyarakat,
sehingga mereka mengalami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.
Sosialisasi
politik dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
1). Dalam Lingkungan Keluarga, orang
tua bisa mengajarkan kepada anak-anak beberapa cara tingkah laku politik
tertentu. Melalui obrolan politik ringan
sehingga tak disadarai telah menanamkan nilai-nilai politik kepada
anak-anaknya.
2). Di Lingkungan Sekolah,dengan
memasukkan pendidikan kewarganegaraan.
Siswa dan guru bertukar informasdi dan berinteraksi dalam membahas topik
tentang politik.
3). Di lIngkungan Negara, secara
hati-hati bisa menyebarkan dan menanamkan ideologi-ideologi resminya.
4). Di Lingkungan Partai politik,
Salah satu fungsi partai politik adalah dapat memainkan perannya sebagai
sosioalisasi politik. Artinya parpol itu
telah merekrut anggota atau kader danpartisipannya secara periodik. Partai politik harus mampu menciptakan kesan
atau image memperjuangkan kepentingan
umum.
Menurut Ramlan Surbakti ada dua macam sosialisasi
politik dilihat dari metode penyampaian pesan :
a.
Pendidikan
Politik Yaitu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Dari sini anggota masyarakat mempelajari
simbol politik negaranya, norma maupun nilai politik.
b.
Indoktrinasi
Politik, yaitu proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi
warga masyarakat untuk menerima nilai , norma dan simbol yang dianggap pihak
berkuasa sebagai ideal dan baik.
Dalam upaya pengembangan budaya politik,
sosialisasi politik sangant penting karena dapat membentuk dan mentransmisikan
kebudayaan politik suatu bangsa, serta dapat memelihara kebudayaan politik suatu bangsa,
penyampaian dari generasi tua ke
generasi muda, dapat pula sosialisasi politik dapat mengubah kebudayaan
politik.
Menurut Gabriel A. Almond, sosialisasi politik
dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa dan mememlihara
kebudayaan politik suatu bangsa dengan bentuk penyampaian dari generasi tua
kepada generasi muda. Terdapat 6 sarana atau agen sosialisasi politik menurut
Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews,
adalah :
a.
Keluarga
yaitu lembaga pertama yang dijumpai sesorang individu saat lahir. Dalam keluarga anak ditanamkan sikap patuh
dan hormat yang mungkin dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam sistem politik
setelah dewasa.
b.
Sekolah
yaitu sekolah sebagai agen sosialisasi politik memberi pengetahuan bagi
kaum muda tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya. Disekolah memberi kesadaran pada anak tentang
pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, cinta tanah air.
c.
Kelompk
bermain yaitu
kelompok bermain masa anak-anak yang dapat membentuk sikap politik seseorang,
kelompok bermain saling memiliki ikatan erat antar anggota bermain. Seseorang
dapat melakukan tindakan tertentu karena temannya melakukan hal itu.
d.
Tempat
kerja yaitu
organisasi formal maupun nonformal yang dibentuk atas dasar pekerjaan seperti
serikat kerja, sderikat buruh.
Organisasi seperti ini dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik.
e.
Media
massa yaitu
informasi tentang peristiwa yang terjadi dimana saja dengan cepat diketahui
masyarakat sehingga dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang politik.
f.
Kontak-kontak
politik langsung yaitu
pengalaman nyata yang dirasakan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap
dan keputusan politik seseorang. Seperti
diabaikan partainya, ditipu, rasa tidak aman,dll.
BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
1. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, budaya politik partisipatif atau disebut juga budaya politik demokrasi
adalah suatu kumpulan sistem keyakinan,
sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya
partisipasi. Untuk terwujudnya
partisipasi itu warga negara harus yakin akan kompetensinya untukterlibat dalam proses politik dan
pemerintah memperhatikan kepentingan rakyat agar rakyat tidak kecewa dan apatis
terhadap pemerintah.
2. Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertaan warga
negara biasa dalam menentukan segala
keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Ciri-cirinya adalah :
a. Perilaku warga negara yang bisa
diamati bukan batiniah (sikap dan orientasi).
b. Perilaku atau kegiatan itu
mem,pengaruhi pemerintah (pemegang kebijakan)
c. Kegiatan atau prilaku yang gagal
ataupun berhasil termasuk partisipasi politik.
d. Kedgiatan mempengaruhui pemerintah
dapat dilakukan secara :
·
Langsung
yaitu individu tidak menggunakan perantara dalam memepengaruhi pemerintah.
·
Tak
langsung yaitu menggunakan pihak lain yang dapat meyakinkan pemerintah.
e.
Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan dengan prosedur wajar (konvensional) tidak berupa kekerasan (nonviolence) seperti : ikut memeilih
dalam pemilihan umum,mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, menulis
surat, dll,dan ada yang melalui cara –cara diluar prosedur yang wajar (tidak Konvensional) dan berupa kekerasan
(violence), seperti : demonstrasi
(unjuk rasa), pembangkangan halus (golput),hura-hura, mogok, serangan senjata,
gerakan-gerakan politik, dan revolusi, kudeta, makar,dll
3.
Prof. Dr. Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
dalampartai plitik yang mencakup semua kegiatamnnsukarela dimana seseorang
turut dalam proses pemilihan pemimpin plitik dan turut langsung atau tidak
lanmgsung dalam pembentukan kebijakan
umum.
PARTAI
POLITIK
1.
Prof. Dr. Miriam Budiardjo, partai plitik adalah organisasi atau golongan yang
berusaha untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan.
2.
Sigmund Neuman, partai politik adalah
organisasi tempat kegiatan politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan suatu
golongan atau golongan-golongan lain
yang tidak sepaham.
3.
Carl J. Friedrich, partai politik
adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut
atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya
sehingga penguasaan itu memberikan mamfaat kepada anggota partainya baik
bersifat ideal maupun material.
FUNGSI PARTAI POLITIK
1. Sarana komunikasi politik, yaitu
penyalur aspirasi pendapat rakyat, menggabungkan berbagai macam kepentingan dan
merumuskan kepentingan yang menjadi dasar kebijaksanaannya. Upaya Partai politik dalah mencapai fungsi
ini adalah :
·
Memperjuangkan
aspirasi rakyat agar menjadi kebijaksanaan umum oleh pemerintah
·
Menyebarluaskan
rencana-rencana dan kebijaksanaan pemerintah
·
Perantara
(broker) dalam suatu bursa ide-ide
·
Bagi
pemerintah bertindak sebagai alat
pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
2.
Sarana Sosialisasi Politik, yaitusarana untuk memmberikan penanaman
nilai-nilai, norma, dan sikap serta orientasi terhadap fenomena politik
tertentu. Upaya yang dilakukan untuk
mencapai fungsi ini adalah :
·
Penguasaan
pemerintah dengan memenangkan setiap pemilu
·
Menciptakan
image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum
·
Menanamkan
solidaritas dan tanggung jawab terhadap para anggotanya maupun anggota lain
3.
Sarana Rekrutmen Politik, yaitu mencari dan mengajakorang berbakat untuk turut
aktif dalam kegiatan plitik. Dengan
demikian memperluas partisipasi politik.
Upaya yang dilakukan parpol adalah :
·
Melalui
kontak pribadi maupun persuasi
·
Menarik
golongan muda untuk didddik menjadi kader di masa depan
4. Sarana Pengatur Konplik, yaitu
mengatasi berbagai macam konplik yang muncul sebagai konsekuensi dari negara
demokrasi yang di dalamnya terdapat ersaingan dan perbedaan pendapat. Biasanya masalah tersebut cukup mengganggu
stabilitas nasional. Hal ini mungkin
saja dimunculkan oleh kelompok tertentu untukkepentingan ppularitasnya. Upaya yang dilakukan partai politik adalah :
·
Bilaanggta
partai plitikyang memberikan informasi justru menimbulkan kegelisahan dan
perpecahan masyarakat,pimpinan partai politik harus segera klarifikasi atau
diselesaikan dengan baik.
·
Adanya
kemungkinsn anggota partai plitik lebih mengejar kepentingan
pribadi/golongannya, sehingga berakibat terjadi pengkotakan politik atau konplik
yangbharus segera diselesaikan dengan tuntas.
WAHANA POLITIK PRAKTIS
1. Sistem Pemilihan Umum (dari segi tujuan
penyelenggaraannya) :
·
Sistem
Pemilihan Langsung : pemilihan yang para pemilihnya langsung memilih anggota-anggota
Badan Perwakilan Rakyat yang akan mewakilinya.
·
Sistem
Pemilihan Bertingkat : Pemilihan yang dalampemilihan tahap pertama memilih wali pemilih, kemudian walim pemilih
itu memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Sistem Pemilihan Umum (dari segi tujuan
pandangan rakyat) :
·
Sistem
Pemilihan Mekanis : pemilihan yang melihat rakyat sebagai masa/kelompok individu yang mempunyai hubungan yang sama,
masing-masing individu dianggap sebagai
satu-satunya pengendalian hak pilih aktif, sama-sama mempunyai satu suara dalam
pemilihan.
·
Sistem
Pemilihan Organis : pemilihan yang menempatkan rakyat sebagai sejumlah
individu, seperti halnya kelompok keluarga, kelompok daerah/wilayah, kelompok
cendekiawan, buruh, tani, (lapisan sosial), lembaga-lembaga lainnya. Persekutuan itulah yang diutamakan sebagai
pengendali hak pilih.
Sistem
pemilihan mekanis di tinjau dari rakyat pemilih pada umumnya berkisar pada dua
prinsip pokok yaitu distrik dimana satu daerah pemilihan memilih satu
wakil, proporsional berimbang yaitu satu
daerah pemilihan beberapa wakil.
3. Sistem Distrik :
Dimana
negara terbagi dalam dalam daerah-daerah bagian (distrik). Dalam sistem
distrik hanya diwakili oleh satu orang dengan suara mayoritas.
No
|
Kelebihan sistem distrik
|
No
|
Kekurangan sistem distrik
|
1
|
Rakyat mengenal dengan baik orang
yang mewakili daerah (distriknya)
|
1
|
Suara dari eserta pemilu yang kalah
akan hilang, tidak dapat digabungkan
|
2
|
Wakil setiap distrik sangat mengenal
daerah dan kepentingan rakyat
|
2
|
Meskipun partai besar berkuasa, jika
satu distrik kalah dalam pemilu, maka suaranya tidak terwakili di distrik itu
|
3
|
Adanya hubungan yang erat antara
wakil distrik dengan rakyatnya
|
3
|
Wakil rakyat yang menang dalamsatu
distrik lebih memperhatikan distriknya, terkadang mengabaikan kepentingan
nasional
|
4
|
Wakil distrik sangat memperhatikan
dan memperjuangkan distriknya
|
4
|
Golongan minoritas kurang terwakili
|
4. Sistem Proporsional :
Setiaporganisasi
peserta pemilu akan memperoleh sejumlah kursi parlemen sesuai dengan jumlah
suara pemilu yang di peroleh di seluruh wilayah negara. Terbuka kemungkinan terjadi penggabungan
partai kecil (koalisi) untuk memperoleh
kursi di parlemen.
No
|
Kelebihan sistem prporsional
|
No
|
Kekurangan sistem proporsional
|
1
|
Lebih demokratis karena semua partai
dapat terwakili di parlemen
|
1
|
Peranan pemimpin partai sangat
menentukan dalam penetapan daftar calon Badan Perwakilan Rakyat
|
2
|
Tidak ada suara yang hilang karena
semua digabung secara nasional
|
2
|
Calon-calon yang diikutsertakan
dalampemilu kurang atau tidak dikenal oleh pemilih
|
3
|
Badan Perwakilan Rakyat benar-benar
menjadi wadah dan aspirasi seluruh
rakyat
|
3
|
Wakil-wakilrakyat yang duduk di
pusat kurang memahami dan memperhatikan kepentingan daerah
|
5. Sistem gabungan :
Mengabungkan
antara sistem distrik dengan sistem proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara dalam
beberapa daerah pemilihan. Sisa suara
pemilu tidak hilang melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang dibagi.
PERILAKU POLITIK
Perilaku
politik adalah tingkah laku politikm
para aktor politik dan warganegara atau interaksi antara pemerintah
danmasyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, antara kelompok dan individu dalam
masyarakat dalam proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik.
Aktor
politik ada dua macam :
a.
Aktor bertipe pemimpin yang mempunyai tugas, tanggung jawab, kewenangan untuk
membuat dan melaksanakan keputusan politik.
b.
Warga negara biasa yang memiliki hak sarta kewajiban untuk mengajukan tuntutan
dan dukungan terhadap aktor yang bertipe pemimpin.
Macam-macam perilku politik :
a.
Radikal : adalah perilaku warganegara tidak puas terhadap keadaan yang ada
serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar, tidak kenal kompromi dan
tidak mengindahkan orang lain cenderung ingin menang sendiri.
b.
Moderat : adalah perilaku politik masyarakat yang telah cukup puas dengan
keadaan dan bersedia maju, tetapi tidak menerima sepenuhnya perubahan apalagi
perubahan yang serba cepat seperti kelompok radikal.
c.
Status Quo : adalah sikap politik dari warga negara yang sudah puas dengan
keadaan yang ada/berlaku dan berusaha tetap mempertahankan keadaan itu.
d.
Konservatif : adalah sikap perilaku politik masyarakat yang sudah puas dengan
keadaan yang sudah ada dan cenderung bertahan dari perubahan.
e.
Liberal : adalah sikapperilaku politik masyarakat yang berrpikir bebas
dan ingin maju terus. Menginginkan perubahan progresif dan cepat,
berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai tujuan.
KOMUNIKASI
POLITIK
Bentuk-bentuk
komunikasi politik ada 2 yaitu :
1.
Posisi horizontal : Komunikator danmasyarakat terlibat menerima danmemberi
relatif seimbang sehingga terjadi sharing.
Momunikasi horizontalini meerefleksikan
nilai demokrasi.
2.
Pola-pola linier: arus komunikasi politiksatu arah yang cenderung vertikal.
Bentuk komuniukasi ini merefleksikan
nilai feodalistik dan pola kepemimpinan otoriter.
DEBAT
POLITIK
Debat
politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat melalui tukar pikiran
yang mengandung mnakna sebagai berikut :
1.
Makna politis yaitu debat harus dapat menjadi wahana pendidikan politik
masyarakat.
2.
Makna sosiologis yaitu debat politik
harus mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang senakin sadar hak dan kewajibannya, memiliki perilkau politikmsantun, tidak
anarkis, kooperatif dll.
Dasar
hukum debat politik adalah :
1.
Pasal 28 UUD 1945, yaituKemerdekaan berserikan dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dansebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2.
Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945, yaitu setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat.
3.
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 19
menyatakan setiaporang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
4.
UU Nomor 9 tahun 1998, kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum, disebutkan setiap warga negara secara
perorangan atau kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.Sumber http://halil-materipkn.blogspot.com/2009/12/bab-1-budaya-politik.html
Langganan:
Postingan (Atom)