BAB IV
HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. Penegertian Hubungan Internasional.
Hubungan
internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar
Negeri RI ( RENSTRA ), adalah hubungan antar bangsa dala segala aspeknya
yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional
negara tersebut.Hubungan ini dalam Encyclopedia Americana dilihat
sebagai hubungan antar negara atau individu dari negara yang berbeda
baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi maupun hankam, konsep ini
berhubungan erat dengan subjek subjek seperti organisasi internasional,
diplomasi, hukum internasional, maupun politik internasional. Bagi
bangsa Indonesia hubungan internasional ini di dasarkan pada politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif dengan tujuan meningkatkan
persahabatan dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui
berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional.
Di dalam menjalin hubungan internasional ini sudah pasti masing masing
negara selalu mendasarkan pada politik luar negarinya karena politik
luar negeri adalah suatu strategi, pola prilaku, dan kebijakan suatu
negara dalam berhubungan dengan negara lain ataupun dunia internaional.
B. Fungsi Perwakilan Diplomatik.
Di
dalam menjalin hubungan internasional masing masing negara pada umumnya
melalui suatu lembaga, yaitu lembaga diplomatik. Di Indonesia
sehubungan dengan usaha menjalin hubungan internasional ini didasarkan
pada UUD 1945 pasal 13 yang di dalamnya berisi tentang :
Presiden mengangkat duta dan konsul.
Dalam hal mengangkat duta dan konsul presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan meperhatikan pertimbangan DPR.
Kepala
kepala perwakilan diplomatik yang disebut sebagai duta besar, duta,
menteri residen merupakan perwakilan tingkat tinggi yang dapat
mengadakan hubungan langsung dengan kepala negara asing tempat mereka
bertugas atau ditempatkan. Di dalam melaksanakan tugasnya diplomat dapat
berfungsi sebagai lambang prestise nasional negaranya di luar negeri
dan mewakili kepala negaranya di negara penerima. Selain itu diplomat
juga berfungsi sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintah
negaranya. Jadi fungsi diplomatik dala arti politis adalah sebagai
berikut :
• Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya dengan melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
• Mengabdi kepada kepentingan nasional dalam mewujudkan masyrakat adil dan makmur.
• Menciptakan pesahabatan yang baik antar negara dalam mewujudkan pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik.
Perwakilan Diplomatik ( Kedutaan Besar )
1. Tugas pokok perwakilan diplomatik.
Perwakilan diplomatik ( Duta besar ) meilik tugas pokok yang antara lain sebagai berikut :
A. Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing.
B. Mengadakan perundingan masalah masalah yang dihadapi oleh kedua negara itu dan berusaha untuk menyelesaikannya.
C. Mengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.
D. Apabila dianggap perlu dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, paspor, dsb.
2. Fungsi perwakilan diplomatik menurut konggres Wina 1961.
A. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
B.
Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara
penerima di dalam batas batas yang diijinkan oleh hukum internsional.
C. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
D.
Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima
sesuai dengan UU dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
E. Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
3. Peranan perwakilan diplomatik.
Dalam
membina hubungan internasional diperlukan taktik dan prosedur tertentu
untuk mencapai tujuan nasional suatu negara, oleh sebab itu diperlukan
diplomasi yang baik. Oleh sebab itu perwakilan diplomatik mempunyai
peran sebagai berikut :
A. Menetukan tujuan dengan menggunakan semua daya upaya dan tenaga dalam mencapai tujuan tersebut.
B. Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan daya yang ada.
C. Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.
D. Menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dan sebaik baikya dalam menjalankan tugas diplomatiknya.
4. Perangkat perwakilan diplomatik.
Di dalam menjalankan tugas tugasnya perwakilan diplomatik mempunyai beberapa perangkat yang antara lain yaitu :
A. Duta besar berkuasa penuh ( Ambassador ).
Duta
besar merupakan duta yang berada di tingkatan tertinggi dan epunyai
kekuasaan penuh dan luar biasa dan biasanya ditepatkan di negara negara
yang banyak menjalin hubungan timbal balik.
B. Duta ( Gerzant ).
Adalah
wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah dari duta besar, dalam
menyelesaikan segala persoalan kedu negara dia diharuskan berkonsultasi
dengan pemerintahnya.
C. Menteri residen.
Menteri residen dianggap
bukan sebagai wakil pribadi kepala negara, dia hanya engurus urusan
negara. Mereka ini pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan
dengan kepala negara dimana mereka bertugas.
D. Kuasa usaha ( Charge de Affair ).
Kuasa usaha yang tidak diperbantukan kepada kepala negara dapat dibedakan atas :
1. Kuasa usaha tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan.
2. Kuasa usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan ketika pejabat ini belum atau tidak ada ditempat.
E. Atase atase.
Atase adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh. Atase ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Atase pertahanan.
Atase
ini dijabat oleh seorang perwira militer yang diperbantukan depertemen
luar negeri dan diperbantukan di kedutaan besar serta diberikan
kedudukan sebagai seorang diplomat yang bertugas memberikan nasihat di
bidang militer dan pertahanan keamanan kepada duta besar berkuasa penuh.
2. Atase teknis.
Atase
ini dijabat oleh seorang pegawai negeri yang tidak bersal dari
depertemen luar negeri dan ditepatkan disalah satu kedutaan besar, atase
ini berkuasa penuh dalam menjalankan tugas tugas teknis sesuai dengan
tugas pokok dari departemennya sendiri.
5. Unsur unsur hubungan diplomatik.
Di dalam hubungan diplomatik terdapat unsur unsur antara lain yaitu :
1. Hubungan antar bangsa.
2. Pertukaran misi diplomatik.
3. Status pejabat diplomatik.
4. Kekebalan hukum/ hak ekstrteritorial.
6. Tugas umum perwakilan diplomatik.
Perwakilan diplomatik mempunyai tugas umum antara lain yaitu :
1. Representasi mewakili negara yang bersangkutan.
2. Negosiasi ( Perundingan ).
3. Observasi ( Meneliti setiap kejadian ).
4. Proteksi ( Melindungi ) warga negaranya.
5. Relasi ( Membina hubungan baik ).
Perwakilan Nonpolitis.
Dalam
arti nonpolitis hubungan diplomatik suatu negara diwakili oleh korps
konsuler yang terbagi dalam kepangkatan sebagai berikut :
1. Konsul jenderal.
Konsul jenderal ebawahi beberapa konsul yang ditempatkan di ibukota negara tempat ia bertugas.
2. Konsul dan Wakil konsul.
Konsul
mengepalai satu kekonsulan yang kadang kadang diperbantukan kepada
konsul jenderal. Wakil konsul diperbantukan kepada konsul atau konsul
jenderal yang kadang diserahi pimpinan kantor konsuler.
3. Agen konsul.
Agen
konsul diangkat oleh konsul jenderal dengan tugas untuk mengurus hal
hal yang bersifat terbatas dan berhubungan dengan kekonsulan. Agen
konsul ini ditugaskan di kota kota yang termasuk kekonsulan.
Tugas tugas yang berhubungan dengan kekonsulan antara lain mencakup bidang bidang sebagai berikut :
A. Bidang ekonomi.
Yaitu
menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan enggalakkan ekspor komoditas
nonmigas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan, pelaksanaan
perjanjian perdagangan, dll.
B. Bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Melakukan pertukaran kebudyaan dan pelajar.
C. Bidang bidang lain seperti :
a)
Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa
atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim.
b) Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi adinistratifnya.
c) Bertindak sebagai subjek hukum dala praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara penerima.
Hak hak Perwakilan Diplomatik.
Duta Besar.
• Hak Immunitas.
Hak
immunitas adalah hak yang menyangkut diri pribadi seorang diplomat
serta gedung perwakilannya.dengan hk ini para diplomat mendapat hak
istimewa atas keselamatan pribadi serta harta bendanya, mereka juga
tidak tunduk kepada yuridiksi di dalam negara tempat mereka bertugas
baik dalam perkara perdata maupun pidana.
• Hak Ekstrateritorial.
Hak
ekstrateritorial adalh hak kebebasan diplomat terhdap daerah
perwakilannya termasuk halaman bangunan serta perlengkapannya seperti
bendera,lambang negara,surat surat dan dokumen bebas sensor,dalam hal
ini polisi dan aparat keamanan tidak boleh msuk tanpa ada ijin pihak
perwakilan yang bersangkutan.
Konsul.
Bagi para anggota konsuller hak ekstrateritorial biasanya hanya menyngkut diri sendiri dan staffnya, yaitu berupa hak :
• Kekebalan surat menyurat resmi tanpa sensor beserta arsip arsipnya.
• Pebebasan pajak setempat.
• Pembebasan kewajiban hadir dalam sidang pengadilan yang berhubungan dengan dinasnya sendiri.
Sabtu, 10 November 2012
KETERBUKAAN DAN KEADILAN
KETERBUKAN DAN KEADILAN
A. Pengertian Keterbukaan.
Keterbukaan atau transparansi adalah sesuatu yang menunjuk pada pada suatu tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Berkaitan dengan pemerintahan keterbukaan atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan adalah salah satu prinsip dari Good Governance, dan banyak negara demokratis yang ingin berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka seperti dalam prinsip good governance.berikut ini ada delapan prinsip good governance yaitu adalah :
1. Partisipasi Masyarakat.
2. Tegaknya Supremasi Hukum.
3. Keterbukaan.
4. Peduli pada Stakeholder.
5. Berorientasi pada Konsensus.
6. Kesetaraan.
7. Efektifitas dan Efisiensi.
8. Akuntabilitas.
9. Visi Strategis.
Pada negara negara demokrasi sering kali menerapkan prinsip prinsip keterbukaan karena keterbukaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan suatu negara hal itu disebabkan karena, pertama, kekuasaan sering kali diselewengkan oleh si pemegang kekuasaan yaitu pemerintah, kedua, dasar penyelenggaraan pemerintahan yaitu atas dasar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat jadi rakyatlah yang mempunyai kedaulatan dan mereka tidak menginginkan dirugikan oleh pemerintah yang diserahi kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, ketiga, keterbukaan adalah akses bebas bagi setiap warga negara terhadap sumber informasi dalam hal ini warga negara berhak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
B. Ciri ciri Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Pemerintah menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
Adanya peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah.
Terbukanya rapat rapat pemerintah bagi publik dan pers.
Adanya konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
C. Pengertian Keadilan.
1. Aristoteles.
Keadilan merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada masing masing orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
2. Ulpianus.
Keadilan adalah memberikansesuatu yang tetap kepada orang lain sesuai dengan haknya.
3. Pieper.
Keadilan adalah sikap yang didasrkan pada kehendak yang tetap untuk mengakui hak masing masing orang.
4. Franz Magnis Suseno.
Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana semua diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya masing masing.
D. Macam Macam Keadilan.
1. Keadilan Komutatif.
Adalah keadilan yang diberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan ha dari seseorang tersebut.
2. Keadilan Distributif.
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hak adalah individu sedngkan yanh menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat.
3. Keadilan Legal.
Adalah keadilan yang berdasarkan undang undang , yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat.
4. Keadilan Vindikatif.
Adalah keadilan yang memberikan kepda masing masing orang hukuman atau denda yang sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
5. Keadilan Kreatif.
Adalah keadilan yang meberikan kepada masing masing orang bagiannya yaitu berupa kebebasan untuk mencipta dengan kreativitas yang dimilikinya.
6. Keadilan Protektif.
Adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi pribadi yang ada dalam masyarakat yang berupa keamanan, dan kehidupan dari adanya tindakan sewenang wenang.
E. Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang tidak terbuka.
Pemerintahan yang tidak terbuka kadang kala akan menjatuhkan pemerintahan itu sendiri, oleh sebab itu pemerintahan yang demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka. Jika tidak maka akan menyebabkan apa yang dinamakan dengan korupsi politik yang dapat membawa akibat krisis di berbagai bidang kehidupan, misalnya :
1. Bidang Politik.
Lembaga lembaga politik seperti eksekutif,legisltif, dan yudikatif tidak berfungsi secara optimal bahkan kadang kala kebijakan kebijakan yang mereka keluarkan tidak berpihak pada kepentingan umum dan bahkan lebih menguntungkan kepentingan mereka dan kelopoknya.
2. Bidang Ekonomi.
Berbagai kegiatan ekonomi terutama yang bersinggungan dengan birokrasi selalu diwarnai dengan kolusi sehingga akibatnya ekonomi menjadi berbelit belit dan menjadikan para investor enggan berinvestasi.
3. Bidang Sosial Budaya dan Agama.
Kehidupan sosial budaya diwarnai dengan pendewaan materi dan budaya konsumtif. Para pejabat pemerintah lebih banyak menumpuk kekayaan sebesar besarnya tanpa peduli dengan moral dan etika.
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam bidang ini terjadi ketertinggalan profesinalitas aparat yang artinya kemampuan aparat tidak sesuai dengan tuntutan perubahan jaman, sehingga tidak mampu mendeteksi dini tentang gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyarakat.
Sumber http://ben-ni.blogspot.com/2008/11/modul-pkn-kelas-xi.html
A. Pengertian Keterbukaan.
Keterbukaan atau transparansi adalah sesuatu yang menunjuk pada pada suatu tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Berkaitan dengan pemerintahan keterbukaan atau transparansi berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Keterbukaan adalah salah satu prinsip dari Good Governance, dan banyak negara demokratis yang ingin berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka seperti dalam prinsip good governance.berikut ini ada delapan prinsip good governance yaitu adalah :
1. Partisipasi Masyarakat.
2. Tegaknya Supremasi Hukum.
3. Keterbukaan.
4. Peduli pada Stakeholder.
5. Berorientasi pada Konsensus.
6. Kesetaraan.
7. Efektifitas dan Efisiensi.
8. Akuntabilitas.
9. Visi Strategis.
Pada negara negara demokrasi sering kali menerapkan prinsip prinsip keterbukaan karena keterbukaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan suatu negara hal itu disebabkan karena, pertama, kekuasaan sering kali diselewengkan oleh si pemegang kekuasaan yaitu pemerintah, kedua, dasar penyelenggaraan pemerintahan yaitu atas dasar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat jadi rakyatlah yang mempunyai kedaulatan dan mereka tidak menginginkan dirugikan oleh pemerintah yang diserahi kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, ketiga, keterbukaan adalah akses bebas bagi setiap warga negara terhadap sumber informasi dalam hal ini warga negara berhak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
B. Ciri ciri Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara.
Pemerintah menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
Adanya peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah.
Terbukanya rapat rapat pemerintah bagi publik dan pers.
Adanya konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
C. Pengertian Keadilan.
1. Aristoteles.
Keadilan merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada masing masing orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
2. Ulpianus.
Keadilan adalah memberikansesuatu yang tetap kepada orang lain sesuai dengan haknya.
3. Pieper.
Keadilan adalah sikap yang didasrkan pada kehendak yang tetap untuk mengakui hak masing masing orang.
4. Franz Magnis Suseno.
Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana semua diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya masing masing.
D. Macam Macam Keadilan.
1. Keadilan Komutatif.
Adalah keadilan yang diberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan ha dari seseorang tersebut.
2. Keadilan Distributif.
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hak adalah individu sedngkan yanh menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat.
3. Keadilan Legal.
Adalah keadilan yang berdasarkan undang undang , yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat.
4. Keadilan Vindikatif.
Adalah keadilan yang memberikan kepda masing masing orang hukuman atau denda yang sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
5. Keadilan Kreatif.
Adalah keadilan yang meberikan kepada masing masing orang bagiannya yaitu berupa kebebasan untuk mencipta dengan kreativitas yang dimilikinya.
6. Keadilan Protektif.
Adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi pribadi yang ada dalam masyarakat yang berupa keamanan, dan kehidupan dari adanya tindakan sewenang wenang.
E. Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang tidak terbuka.
Pemerintahan yang tidak terbuka kadang kala akan menjatuhkan pemerintahan itu sendiri, oleh sebab itu pemerintahan yang demokratis haruslah diselenggarakan secara terbuka. Jika tidak maka akan menyebabkan apa yang dinamakan dengan korupsi politik yang dapat membawa akibat krisis di berbagai bidang kehidupan, misalnya :
1. Bidang Politik.
Lembaga lembaga politik seperti eksekutif,legisltif, dan yudikatif tidak berfungsi secara optimal bahkan kadang kala kebijakan kebijakan yang mereka keluarkan tidak berpihak pada kepentingan umum dan bahkan lebih menguntungkan kepentingan mereka dan kelopoknya.
2. Bidang Ekonomi.
Berbagai kegiatan ekonomi terutama yang bersinggungan dengan birokrasi selalu diwarnai dengan kolusi sehingga akibatnya ekonomi menjadi berbelit belit dan menjadikan para investor enggan berinvestasi.
3. Bidang Sosial Budaya dan Agama.
Kehidupan sosial budaya diwarnai dengan pendewaan materi dan budaya konsumtif. Para pejabat pemerintah lebih banyak menumpuk kekayaan sebesar besarnya tanpa peduli dengan moral dan etika.
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Dalam bidang ini terjadi ketertinggalan profesinalitas aparat yang artinya kemampuan aparat tidak sesuai dengan tuntutan perubahan jaman, sehingga tidak mampu mendeteksi dini tentang gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyarakat.
Sumber http://ben-ni.blogspot.com/2008/11/modul-pkn-kelas-xi.html
Jumat, 02 November 2012
Masyarakat Madani
http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm
Masyarakat madani, yang merupakan kata lain dari masyarakat
sipil (civil society), kata ini sangat sering disebut sejak kekuatan otoriter
orde baru tumbang selang satu tahun ini. Malah cenderung terjadi sakralisasi
pada kata itu seolah implementasinya mampu memberi jalan keluar untuk masalah
yang tengah dihadapi oleh bangsa kita. Kecenderungan sakralisasi berpotensi
untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam dalam masyarakat
bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan. Padahal kemungkinan
untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan mengkonsepsi dan juga
pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian.
Saat ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat
wacana ini lebih terbuka menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan
politik bagi masyarakat luas.
Masyarakat Sipil Vs Militer
Dalam tataran praktis sementara orang melihat, masyarakat
madani dianggap sebagai institusi sosial yang mampu mengkoreksi kekuatan
“militer “ yang otoriter. Dalam arti lain masyarakat sipil memiliki konotasi
sebagai antitesa dari masyarakat militer. Oleh sebab itu eksistensi masyarakat
sipil selalu dianggap berjalan linier dengan penggugatan Dwi Fungsi ABRI.
Dengan begitu menurut yang pro pada pemikiran ini, konsep Indonesia baru
yang dicita-citakan merupakan masyarakat tanpa pengaruh dan dominasi kekuatan
militer. Maka dengan demikian dinamika kehidupan sosial dan politik harus
memiliki garis batas pemisah yang jelas dengan dinamika pertahanan dan
keamanan.
Koreksi kritis terhadap peran sosial ABRI bagi sementara
orang merupakan keharusan sejarah setelah melihat betapa rezim lama memposisikan
ABRI sebagai “backing” untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelompok
ekonomi kuat tertentu yang memiliki akses bagi penguatan legitimasi politik
Soeharto. Sementara mereka tidak melihat komitmen yang sebanding untuk
fungsi substansialnya yakni pertahanan dan keamanan.
Berlanjutnya kerusuhan di beberapa tempat dan terancamnya
rasa aman masyarakat, serta kekurangprofesionalan dalam teknik penanganan
pada kasus-kasus politik tertentu merupakan bukti kuat bahwa militer tidak
cukup memiliki kecakapan pada fungsi utamanya. Maka sangat wajar bila kader-kader
militer dipersilahkan untuk hengkang dari posisi eksekutif dan legislatif,
ke tempat yang lebih fungsional yakni barak-barak.
Kekurangsetujuan terhadap implementasi Dwi Fungsi ABRI,
khususnya tugas kekaryaan, sebenarnya syah-syah saja namun masalahnya apakah
masyarakat madani tepat bila hanya dipersepsikan sebagai bentuk peminggiran
peran militer. Kebutuhan untuk keluar dari rasa takut akibat distorsi peran
militer selama masa orde baru menyebabkan terjadinya proses kristalisasi
konsep masyarakat madani yang berbeda dengan konsep bakunya. Dengan kata
lain telah terjadi gejala “contradictio internemis” pada wacana masyarakat
madani dalam masyarakat kita dewasa ini.
Masyarakat Sipil Vs Negara
Masyarakat madani atau masyarakat sipil (civil society)
dalam wacana baku ilmu sosial pada dasarnya dipahami sebagai antitesa dari
“masyarakat politik” atau negara. Pemikiran itu dapat dilacak dari pendapatnya
Hobbes, Locke, Montesquieu, Hegel, Marx, Gramsci dan lain-lain. Pemikiran
mengenai masyarakat sipil tumbuh dan berkembang sebagai bentuk koreksi
radikal kepada eksistensi negara karena peranannya yang cenderung menjadi
alat kapitalisme.
Substansi pembahasannya terletak pada penggugatan hegemoni
negara dalam melanggengkan kekuatan kelompok kapitalis dengan memarjinalkan
peran masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah kekuatan
non-pemerintah yang mampu mengimbangi dan mencegah kekuatan negara untuk
mengurangi tekanan-tekanan yang tidak adil kepada rakyatnya. Akan tetapi
di sisi lain, mendukung peran pemerintah dalam menjadi juru damai dan penjaga
keamanan dari kemungkinan konflik-konflik antar kepentingan dalam masyarakat.
Dengan kata lain perlu adanya reposisi struktural dan
kultural antar komponen dalam masyarakat, sederhananya, “serahkan urusan
rakyat pada rakyat, dan posisikan pemerintah sebagai pejaga malam”.
Penggugatan peran pemerintah oleh rakyat dalam konstelasi
sosial di Indonesia bukan sama sekali baru. Bob S.Hadiwinata (1999) mencatat
sejarah panjang gerakan sosial di Indonesia, yakni sejak abad ke-19 sampai
masa orde baru. Menurutnya pemerintahan orde baru, Soeharto, telah “berhasil”
mengangkangi hak-hak sipil selama 32 tahun, dengan apa yang ia sebut “tiga
strategi utama”. Dan selama itu pula proses marjinalisasi hak-hak rakyat
terus berlangsung, untuk kepentingan sekelompok pengusaha kroninya, dengan
bermodalkan slogan dan jargon “pembangunan”.
Celakanya rembesan semangatnya sampai pada strata pemerintahan
yang paling bawah. Camat, lurah, sampai ketua RT pun lebih fasih melantunkan
slogan dan jargon yang telah dipola untuk kepentingan ekonomi kuat. Tetapi
sementara mereka menjadi gagap dalam mengaksentuasikan kepentingan rakyatnya
sendiri. Maka yang terjadi, pasar yang telah mentradisonal menghidupi ribuan
masyarakat kecil di bongkar untuk dijadikan mall atau pasar swalayan. Demikian
pula, sawah dan kebun petani berubah fungsi menjadi lapangan golf. Perubahan
yang terjadi di luar jangkauan kebutuhan dan pemikiran masyarakat karena
mekanisme musyawarah lebih banyak didengungkan di ruang penataran ketimbang
dalam komunikasi sosial.
Masyarakat Peradaban dan Jahiliyah
Umat Islam telah memperkenalkan konsep masyarakat peradaban,
masyarakat madani, atau civil society, adalah Nabi Muhammad, Rosullullah
s.a.w sendiri yang memberikan teladan ke arah pembentukan masyarakat peradaban
tersebut. Setelah perjuangan di kota Makkah tidak menunjukkan hasil yang
berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang selanjutnya kita
kenal dengan Madinah, untuk dijadikan basis perjuangan menuju masyarakat
peradaban yang dicita-citakan. Di kota itu Nabi meletakan dasar-dasar masyarakat
madani yakni kebebasan. Untuk meraih kebebasan, khususnya di bidang agama,
ekonomi, sosial dan politik, Nabi diijinkan untuk memperkuat diri
dengan membangun kekuatan bersenjata untuk melawan musuh peradaban. Hasil
dari proses itu dalam sepuluh tahun, beliau berhasil membangun sebuah tatanan
masyarakat yang berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan
dan ketaatan kepada ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat
ini adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep
egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal.
Nurcholis Madjid (1999:167-168) menyebut dengan semangat rabbaniyah atau
ribbiyah sebagai landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah
yang melandasi komunikasi horizontal.
Sistem sosial madani ala Nabi s.a.w memiliki ciri unggul,
yakni kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi.
Esensi ciri unggul tetap relavan dalam konteks waktu dan tempat berbeda,
sehingga pada dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia
yang mayoritas berpenduduk muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan
kelompok minoritas. Mengenai hal yang terakhir ini Nabi s.a.w telah memberi
cotoh yang tepat, bagaimana sebaiknya memperlakukan kelompok minoritas
ini.
Mungkinkah terwujud?
Berdasarkan kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya
adalah sebuah komunitas sosial dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya.
Muara dari pada itu adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat
adanya partisipasi nyata anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum
diposisikan sebagai satu-satunya alat pengendalian dan pengawasan perilaku
masyarakat. Dari definisi itu maka karakteristik masyarakat madani, adalah
ditemukannya fenomena, (a) demokratisasi, (b) partisipasi sosial, dan (c)
supremasi hukum; dalam masyarakat.
Pertama, sehubungan dengan karakteristik pertama yakni
demokratisasi, menurut Neera Candoke (1995:5-5) social society berkaitan
dengan public critical rational discource yang secara ekplisit mempersyaratkan
tumbuhnya demokrasi. Dalam kerangka itu hanya negara yang demokratis yang
menjamin masyarakat madani. Pelaku politik dalam suatu negara (state) cenderung
menyumbat masyarakat sipil, mekanisme demokrasi lah yang memiliki kekuatan
untuk mengkoreksi kecenderungan itu. Sementara itu untuk tumbuhnya
demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran berpribadi,
kesetaraan, dan kemandirian. Syarat-syarat tersebut dalam konstatasi relatif
memiliki linearitas dengan kesediaan untuk menerima dan memberi secara
berimbang. Maka dalam konteks itu, mekanisme demokrasi antar komponen bangsa,
terutama pelaku praktis politik, merupakan bagian yang terpenting dalam
menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut.
Kedua, partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari
rekayasa merupakan awal yang baik untuk terciptanya masyarakat madani.
Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi bilamana tersedia iklim yang
memungkinkan otonomi individu terjaga. Antitesa dari sebuah masyarakat
madani adalah tirani yang memasung secara kultural maupun struktural kehidupan
bangsa. Dan menempatkan cara-cara manipulatif dan represif sebagai instrumentasi
sosialnya. Sehingga masyarakat pada umumnya tidak memiliki daya yang berarti
untuk memulai sebuah perubahan, dan tidak ada tempat yang cukup luang untuk
mengekpresikan partisipasinya dalam proses perubahan.
Tirani seperti inilah, berdasarkan catatan sejarah, menjadi
simbol-simbol yang dihadapi secara permanen gerakan masyarakat sipil. Mereka
senantiasa berusaha keras mempertahankan status quo tanpa memperdulikan
rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat. Pada masa orde baru cara-cara
mobilisasi sosial lebih banyak dipakai ketimbang partisipasi sosial, sehingga
partisipasi masyarakat menjadi bagian yang hilang di hampir seluruh proses
pembangunan yang terjadi. Namun kemudian terbukti pemasungan partisipasi
secara akumulatif berakibat fatal terhadap keseimbangan sosial politik,
masyarakat yang kian cerdas menjadi sulit ditekan, dan berakhir dengan
protes-protes sosial serta pada gilirannya menurunnya kepercayaan masyarakat
kepada sistem yang berlaku. Dengan demikian jelaslah terbukti bahwa partisipasi
merupakan karakteristik yang harus ada dalam masyarakat madani. Demokrasi
tanpa adanya partisipasi akan menyebabkan berlangsungnya demokrasi pura-pura
atau pseudo democratic sebagaimana demokrasi yang dijalankan rezim orde
baru.
Ketiga, penghargaan terhadap supremasi hukum merupakan
jaminan terciptanya keadilan. Al-Qur’an menegaskan bahwa menegakan keadilan
adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa (Q.s. Al Maidah:5-8). Dengan
demikian keadilan harus diposisikan secara netral, dalam artian, tidak
ada yang harus dikecualikan untuk memperoleh kebenaran di atas hukum. Ini
bisa terjadi bilamana terdapat komitmen yang kuat diantara komponen bangsa
untuk iklas mengikatkan diri dengan sistem dan mekanisme yang disepakati
bersama. Demokrasi tanpa didukung oleh penghargaan terhadap tegaknya hukum
akan mengarah pada dominasi mayoritas yang pada gilirannya menghilangkan
rasa keadilan bagi kelompok lain yang lebih minoritas. Demikian pula partisipasi
tanpa diimbangi dengan menegakkan hukum akan membentuk masyarakat tanpa
kendali (laissez faire).
Dengan demikian semakin jelas bahwa masyarakat madani
merupakan bentuk sinergitas dari pengakuan hak-hak untuk mengembangkan
demokrasi yang didasari oleh kesiapan dan pengakuan pada partisipasi rakyat,
dimana dalam implentasi kehidupan peran hukum stategis sebagai alat pengendalian
dan pengawasan dalam masyarakat. Namun timbul pertanyaan sejauh mana kesiapan
bangsa Indonesia memasuki masyarakat seperti itu.
Penutup
Seperti telah dikemukakan di atas, masyarakat madani
membutuhkan institusi sosial, non-pemerintahan, yang independen yang menjadi
kekuatan penyeimbang dari negara. Posisi itu dapat ditempati organisasi
masyarakat, maupun organisasi sosial politik bukan pemenang pemilu, maupun
kekuatan-kekuatan terorganisir lainnya yang ada di masyarakat. Akan tetapi
institusi tersebut selama orde baru relatif dikerdilkan dalam arti lebih
sering berposisi sebagai corong kepentingan kekuasaan ketimbang menjadi
kekuatan swadaya masyarakat.
Hegemoni kekuasaan demikian kuat sehingga kekuatan ril
yang ada di masyarakat demikian terpuruk. Padahal merekalah yang sebenarnya
yang diharapkan menjadi lokomotif untuk mewujudkan masyarakat madani. Ada
memang beberapa LSM yang secara konsisten memainkan peranan otonomnya akan
tetapi jumlahnya belum signifikan dengan jumlah rakyat Indonesia yang selain
berjumlah besar juga terfragmentasi secara struktural maupun kultural.
Fragmentasi sosial dan ekonomi seperti itu sangat sulit mewujudkan masyarakat
dengan visi kemandirian yang sama. Padahal untuk duduk sama rendah berdiri
sama tinggi membutuhkan kesamaan visi dan kesadaran independensi yang tinggi.
Dengan demikian boleh jadi masyarakat peradaban yang kita cita-citakan
masih membutuhkan proses yang panjang. Dan boleh jadi hanya impian manakala
pro status quo tetap berkuasa.
Langganan:
Komentar (Atom)
